Seketika saya inget penggalan puisi ini dan berdecak kagum sepanjang jalan, didepan saya jalan berkelok eksotis, dengan aspal yang mulus tanpa lubang, kiri kanan hutan jati dengan semak-semak dan perdu di sisi-sisi luarnya. Hening, langit pekat dan bertabur bintang. Dekat, seolah saya bisa memetik satu bintang. Ditingkahi sorot lampu mobil, rumpun-rumpun mawar hutan merekah di perdu-perdu hijau. Merah, minoritas dan mempesona. Saya seperti anak umur 3 tahun menemukan permen. Jika tidak ingat ini tengah malam di pelosok hutan Jawa Timur, saya pasti keluar mobil dan beraksi bak fotografer dunia. Darah fotografer amatiran saya bergejolak. Berkali-kali saya menyebut nama Tuhan, Subhanalloh, sungguh saya terpesona!
Dan sepertinya keindahan itu belum cukup, didepan saya di pinggir hutan saya melihat rumah mungil, dengan desain minimalis, di tamannya saya melihat berjajar bunga matahari , dan terus rumah-rumah mungil itu kami temui setiap beberapa meter, mungkin itu rumah singgah penjaga perhutani. Udara dingin dan suasana masih hening, ditingkahi bunyi binatang malam yang tidak pernah saya dengar di Jakarta. Sungguh saya terjebak dalam histeria suka yang menyala-nyala, apalagi kondisi jalan yang berkelok-kelok dan naik turun begitu mendebarkan, sampai kemudian kami temukan gapura “Selamat Datang Pantai Tanjung Papuma”.
Sunrise di Siti Hinggil
Hari masih pagi, warna tanah, hijau lumut, pasir putih dan buih-buih ombak menciptakan perpaduan yang elok. Saya memutuskan menikmati sunrise di Siti Hinggil . Siti Hinggil adalah sebuah menara di atas bukit di ujung barat pantai Tanjung Papuma. Menara ini sengaja dibuat oleh Perhutani sebagai tempat untuk wisatawan melihat panorama seluruh Tanjung Papuma, serta sebagai pos pemantauan keamanan dan hewan-hewan yang ada di wilayah tersebut.
Menuju Siti Hinggil saya harus berjalan menanjak seperti tangga, kiri-kanan rimbun pepohonan hutan, semakin keatas kiri kanan semakin terlihat hamparan laut Selatan, terlihat begitu banyak batu karang atau warga menyebutnya atol-atol. Sebutan ini karena karang terombang ambing di tengah laut biru dan terlihat seperti pulau-pulau karang. Ada 7 (tujuh) karang besar di Tanjung Papuma ini, deretan pulau karang ini memiliki nama sendiri-sendiri yang diambil dari tokoh pewayangan seperti, Pulau Batara Guru, Pulau Kresna , Pulau Narada, Pulau Nusa Barong, Pulau Kajang dan Pulau Kodok karena pulau karang ini bentuknya mirip dengan kodok raksasa yang timbul tenggelam di tengah laut. Dari Siti Hinggil saya juga menangkap pemandangan garis pantai yang menakjubkan, pantai putih dan halus, warna air laut yang biru kehijau-hijauan, dan perahu-perahu nelayan warna warni sungguh menciptakan decak kagum tiada habisnya. Matahari mengintip perlahan, semburat keemasan segera tercipta diantara kabut-kabut diujung pantai. Dan sekarang saya bebas beraksi bak fotografer profesional.
Lembutnya pasir berpadu birunya laut
Dua jam kemudian kami sudah kecapaian berkejaran dengan ombak, memutuskan mandi dan makan. Kamar mandi berjajar rapi dan bersih di sepanjang lokasi. Hanya dengan Rp. 2.000,00 kami bisa mandi dengan air yang bersih dan segar. Setelah rapi kami memutuskan mencari makanan. Kami menemukan beberapa nelayan yang habis melaut, ikan-ikan segar menggoda kami untuk membeli. Dengan bantuan pemilik warung makan di pinggir pantai 2 ikan bawal besar siap diolah menjadi ikan bakar yang wangi. Kami menunggu dengan menikmati es kelapa muda segar. Angin semilir diantara pohon-pohon di sekitar warung makan, beberapa lutung (monyet) bersenda gurau di dahan-dahan pohon. Jenis fauna ini masih banyak di kawasan hutan di tepi pantai.
Beberapa saat kemudian wangi ikan bakar menusuk hidung, nasi putih, lalapan, sambal terasi segar mengundang rasa lapar. Dalam sekejab kami sudah menghabiskan semuanya. Lezat dan kenyang. Saat itu hari sudah menjelang siang, matahari bersinar tapi udara terasa sangat sejuk. Hutanlah yang menciptakan kesejukan.
Eksotisme Sang Perawan
Panorama alam Tanjung Papuma sesungguhnya adalah perpaduan antara keindahan alam yang bernuansa hutan, laut dan gugusan pulau karang. Seperti biasa sambil hunting moment saya berjalan kaki. Eksotisme Tanjung Papuma serasa tak ada habisnya, saya menyebutnya Sang Perawan. Tanjung Papuma dengan keindahan yang jelita sama sekali tak tersentuh kekinian. Tak ada hingar bingar diskotik maupun pub disini. Bening dan hening. Ekosistem berputar dengan alami. Binatang, tumbuhan dan manusia berdampingan. Asli dan mengagumkan, seperti pesona Sang Perawan yang pandai merawat dirinya dari modernisasi budaya dan sentuhan luar. Tanjung Papuma mengajarkan kemurnian diantara hiruk pikuk bahan pengawet yang melanda sektor makanan di negeri kita. Kawan, datanglah kemari dan nikmati keindahan sang perawan.
Sunset dan Berkemas
Keindahan sunset disini ditingkahi dengan burung-burung yang pulang ke sarang, terbang berkelompok disela-sela semburat warna jingga menjelang pekat. Saya duduk menikmati sunset, menikmati sisa-sisa matahari tenggelam. Menyaksikan pedagang-pedagang mulai berkemas, polisi pantai berteriak mengingatkan pengunjung segera menjauh dari pantai, petugas kebersihan tergesa menyapu sampah-sampah. Semuanya bergerak dalam irama yang tulus. Bau dupa yang dibakar dari wihara menyengat. Sungguh perjalanan yang tidak terlupa, bahkan saya ingin kembali lagi ke sini suatu hari, menikmati kembali keindahan Sang Perawan, menyentuh pasirnya yang halus dan airnya yang biru.
waahhh mantep mantep critane...
BalasHapuskembangkan imajinasi liar anda
yess... Papuma memberi bnyk inspirasi.. :)
BalasHapuskapan kita ke Papuma lagi?hehehhe
hayoooo.... sekarang tha :p heheheheeh
BalasHapussek cari timing yang pas biar rame
Iya butuh refreshing nih.. Wee lamo ya kita ga ngumpul?
BalasHapus